PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palangka Raya melaksanakan reses ke Daerah pemilihannya (Dapil) masing-masing selama 2 hari, terhitung dari Senin (10/4)- Selasa (11/4).
Namun dalam reses hari pertama, anggota dewan dibuat geram lantaran Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) yang seharusnya mendampingi dalam kegiatan tersebut, tidak satupun yang hadir.
Anggota DPRD Kota Palangka Raya dari Dapil III yang hadir di kegiatan, Wahid Yusuf, Basirun Sahepar, Hasan Busyairi, Shopie Ariany Sitorus, Beta Syailendra, Tantawi Jauhari, Mukarramah, dan Rusdiansyah sangat geram dan kecewa.
Kendati demikian reses yang dipusatkan di kantor Kelurahan Pahandut seberang ini berjalan lancar.
“Tentang keluhan yang disampaikan oleh masyarakat, disini saya menggarisbawahi kami DPRD ini harus dipahami dalam menjalankan fungsi kita, sebenarnya itu harus bersama-sama dengan eksekutif atau pemerintahan Kota Palangka Raya,” kata Wahid, Senin (10/4).
Apabila ada kegiatan reses, Wahid yang juga wakil ketua DPRD I ini menegaskan, tidak mungkin menyuruh wali kota yang hadir. Tetapi sebagai tugas dan fungsi perpanjangan wali kota itu adalah SOPD.
Wahid dan anggota DPRD lainnya semakin marah karena sampai kegiatan tersebut selesai, tidak ada satupun kepala SOPD terkait tidak hadir.
Padahal, lanjut Wahid, SOPD yang dijadwalkan ikut mendampingi reses tersebut Dinas PUPR, Disperkimtan, Dinkes, Disdik, Dinsos, Disdukcapil, Dinas dan pertanian tidak hadir, kecuali Camat dan Lurah serta jajarannya.
Menurut Wahid, kalau untuk menyampaikan usulan pembangunan sebenarnya perlu ada keterwakilan. Apabila memang kepala dinas tidak bisa hadir misalnya Kepala bidang (Kabid), Kepala seksi (Kasi), namun dalam reses tersebut tidak ada sama sekali terlihat.
Kejadian inipun sudah dilaporkan langsung Wahid kepada walikota Palangka Raya Fairid Naparin dalam bentuk video bahwa tidak ada satupun SOPD yang hadir.
Namun, apa yang menjadi usulan tetap dicatat dan akan diserahkan ke Bappeda. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, menurut Wahid, kadang untuk menyalurkan aspirasi ini susah, sudah beberapa kali terjadi pada saat tidak ada keterwakilan dari SOPD itu sendiri.
Sehingga program pembangunan kadang-kadang tidak tepat sasaran karena tidak ada koordinasi. Selain itu usulan mereka tidak bisa jadi program karena SOPD terkait memiliki program tersendiri.
“Selain pembangunan contoh lainnya, untuk bantuan sosial, ada yang sudah meninggal masih dapat, karena bekerjanya diatas meja, data yang didapatkan data lama, tidak ada koordinasi ke RT atau RW, koordinasinya hanya beberapa saja cuma ambil sampel saja,” ujarnya.
Harus dipahami lanjut Wahid, DPRD sebagai kontrol dari masyarakat wajib dilibatkan dalam pembangunan atau mengontrol jalannya suatu pemerintahan.
DPRD juga berhak memberikan sanksi kepada pemerintahan apabila ada pembangunan atau hal-hal yang terkait dalam jalannya pembangunan itu tidak sesuai.
Wahid memperingatkan kepada kepala SOPD bahwa DPRD tidak bisa dilibatkan, itu ada UUnya dan sudah dipahami.
Pada 2023 ini sampai dengan Agustus 2024, walaupun nanti ada pergantian kepala daerah, tetapi masih bisa melakukan fungsi pengawasan untuk menyikapi para kepala SOPD yang susah diajak komunikasi.
“Kami bisa saja menggunakan fungsi pengawasan kami di tahun masa jabatan kami yang berakhir ini apabila tidak ada beberapa pembangunan yang tidak dijalani atau tidak tepat sasaran,” pungkasnya. yml