Teras Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan ke Asosiasi Pendeta

TABENGAN/DEDY TOLERANSI- Senator Kalteng, Agustin Teras Narang, di hadapan DPD API Kalteng menyampaikan pesan penting terkait dengan 4 pilar kebangsaan, Jumat (28/4), di Palangka Raya, dalam Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan.

PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Senator Kalimantan Tengah (Kalteng), Agustin Teras Narang, berkesempatan untuk menyampaikan 4 pilar kebangsaan di hadapan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pendeta Indonesia (API) Kalteng, Jumat (28/4), pada Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Palangka Raya.

Hidup bermasyarakat, kata Teras Narang, salah dari yang terpenting adalah toleransi. Waktu kecil, rumah orang tuanya berdekatan dengan langgar. Setiap hari suara azan selalu berkumandang, dan suaranya mengarah ke rumah. Sampai suatu ketika, pengurus langgar memindahkan arah pengeras suara, sehingga suara azan tidak lagi terdengar.

Karena tidak terdengar, Teras Narang menceritakan, orang tua akhirnya menemui pengurus langgar dan bertanya mengapa suara azan tidak lagi terdengar. Pengurus langgar mengatakan, bahwa arah pengeras suara dipindah supaya tidak lagi mengarah ke rumah karena merasa tidak nyaman. Alih-alih mengiyakan, orang tua justru meminta arah pengeras suara dikembalikan ke arah rumah. Tujuannya untuk mengetahui ada saudara yang sedang salat ketika azan berkumadang.

Apa yang disampaikan itu, kata Teras Narang, adalah sedikit bentuk toleransi yang wajib kita tanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut merupakan bagian 4 pilar kebangsaan yang terdiri atas Pancasila, UUD 1945, Bhineka TunggalIka, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Toleransi mengajarkan kita untuk dapat menghormati setiap warga beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Ini sesuai dengan Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sila Kedua, “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”. “Pada sisi ini, ada satu hal yang sangat ingin saya tegaskan. Perbuatan kekerasan apapun yang dilakukan seorang anak kepada orang tua, sangat tidak dibenarkan. Saya secara pribadi sangat menentang keras perbuatan yang demikian. Sebagai umat yang beradab, kesalahan yang dilakukan orang tua, dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat,” jelas Teras Narang.

Sila Ketiga, lanjut Teras Narang, “Persatuan Indonesia” jelas menggambarkan segala sesuatunya adalah NKRI. Tidak peduli apa sukumu, apa golonganmu, dari ras apa, semuanya adalah Indonesia. Persatuan tidak memandang SARA. Perbedaan bukanlah untuk diperdebatkan. Tapi bagaimana perbedaan dapat dijaga demi semakin eratnya kebersamaan. Sila Keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”. Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, dan semua kebijakan dalam rangka demi kesejahteraan masyarakat.

Sila terakhir atau Sila Kelima, tambah Teras Narang, adalah sila terberat untuk dilaksanakan. “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Setiap orang akan menilai berbeda apa itu adil. Ada yang mungkin berkata adil, ada pula yang berkata tidak adil, dan mungkin ada yang berkata fifty-fifty atau 50-50, semua kembali ke pribadi masing-masing.

Teras Narang mengungkapkan, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah organ-organ ketatanegaraan yang penting bagi kita. Keempatnya ini menjaga kesatuan dan merawat keberagaman kita sebagai bangsa yang besar. Untuk itu, penting bagi semua pihak, apapun latar belakangnya agar teguh memegang dan mengamalkannya.

Menjaga kesatuan dan merawat keberagaman, urai Teras Narang, penguatan empat komponen tersebut juga menjadi penting bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa kita tercinta. Kita semua barangkali sudah paham semua ini, tapi mengingat dan terus mencari bentuk pemahamannya di era kekinian, menjadi tugas kita semua. Ini adalah utama dalam kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan tantangan kekinian Indonesia di tengah disrupsi teknologi, revolusi industri 4.0, Society 5.0, perkembangan geopolitik secara global, kita mesti cermat. Terlebih melihat perkembangan situasi nasional yang tengah menyiapkan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan dan jelang tahun politik 2024 yang menghangat. Peran setiap tokoh untuk menjadikan empat komponen penting bagi kebangsaan sebagai perekat perbedaan menjadi penting dan bermakna.

“Saya berharap para pendeta kita ini semakin paham bahwa perbedaan adalah aset bangsa. Oleh karenanya jangan sampai perbedaan menjadi sumber perpecahan, sebaliknya mesti menjadi sumber keindahan dalam taman sari Indonesia,” kata Teras.

Dalam taman sari Indonesia, menurut Teras, keyakinan boleh menjadi milik pribadi masing-masing. Negara memberi ruang dan kesempatan serta jaminan konstitusi untuk setiap orang beribadah menurut agama dan keyakinannya masing-masing sesuai dengan amanat UUD NRI 1945. Jadi tidak ada alasan untuk menjadi merasa paling benar, lalu mengabaikan hak orang lain. Hal seperti ini yang diperkuat dengan harapan agar perbedaan dapat menjadi aset bangsa kita. Sebab dengan berbeda, tapi satu jua dalam kebhinnekaan, kita membangun kekuatan dan berpotensi bersama untuk memajukan negara kita tercinta.

“Terima kasih para Pendeta yang teguh setia merawat bersama nilai-nilai hakiki kebangsaan kita. Bersama dengan tokoh agama lainnya, mari perkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Amun dia wayah tuh, pea hindai? (Kalau tidak sekarang, kapan lagi?). Amun dia itah, eweh hindai? (Kalau tidak kita, siapa lagi),” tutup Teras Narang. ded