PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID – Kasus penyakit antraks yang belakangan ramai jadi perbincangan, membuat tiap pemerintah daerah di Indonesia mulai bersiap-siap melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap penyakit menular tersebut.
Dikonfirmasi di Kantor Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Palangka Raya, Rabu (12/7), Kepala UPTD Puskeswan drh Eko Hari Yuwono mengatakan, hingga saat ini Kota Palangka Raya masih aman dari kasus antraks pada hewan.
“Alhamdulillah di Kota Palangka Raya belum pernah ada dan mudahan-mudahan tidak ada karena memang Kalteng secara umum juga bebas antraks. Sampai saat ini kami belum menemukan gejala klinis yang mengarah pada penyakit antraks,” kata Eko.
Dia mengungkapkan alasan mengapa Kalteng bisa optimis bebas dari antraks karena sifat dari tanah dan air yang berada di wilayah Kalteng itu cenderung asam dan Bacillus anthracis memiliki kelemahan tidak tahan pada asam.
“Meskipun kita memasukkan hewan ternak dari luar yang bisa jadi di wilayah tersebut ada risiko antraks, tetapi untuk persyaratan lalu lintasnya kami persyaratkan dengan ketat. Dari daerah asal harus menyertakan keterangan bahwa hewan ternak tersebut bebas antraks. Tidak hanya pada surat keterangan kesehatan hewan, tetapi juga harus melampirkan surat dari laboratorium bahwa hewan tersebut memang bebas antraks,” paparnya.
Eko menyebutkan, tiap-tiap hewan ternak yang akan masuk ke Palangka Raya wajib melalui prosedur-prosedur karantina yang telah ditetapkan. Apalagi setelah viralnya kasus antraks ini, pemerintah semakin gencar menjaga wilayah-wilayahnya agar bisa terhindar dari kasus antraks.
“Biasanya gejala awal hewan-hewan yang terkena antraks itu seperti demam tinggi, hilangnya nafsu makan serta kemungkinan bisa meninggal secara mendadak. Dan gejala klinis yang paling spesifik terlihat biasanya adanya keluar cairan darah/lendir hitam dari lubang-lubang kumlah seperti telinga, hidung, mulut dan anus. Hewan yang terkena antraks tidak boleh dilakukan bedah bangkai karena Bacillus anthracis kalau dia ada darah keluar dan terkena udara, maka bakterinya akan membentuk spora,” jelasnya.
Hewan ternak yang terkena antraks dan telah meninggal pun harus dikuburkan dengan prosedur yang khusus. Standarnya, jika itu masyarakat harus melapor ke petugas dinas setempat. Setelah itu pihak dinas setempat akan datang dengan langkah utama akan menggali tanah sedalam mungkin. Lalu jika tersedia banyak kayu, bisa dibakar atau seminimalnya menyiram 1,5-2 meter dari permukaan tanah dengan kapur atau kaporit baru, setelah itu dilakukan penimbunan.
Alasan mengapa SOP penanganan hewan yang terkena antraks begitu ketat, agar menghindari spora-spora tidak menularkan ke daerah-daerah lain, khususnya pada musim kemarau atau cairan pembusukannya mengalir ke permukaan ketika hujan.
“Kami dari DPKP setiap ada outbreak penyakit baru, walaupun belum masuk ke tempat kita, akan selalu siap siaga dalam mengedukasi atau melakukan penyuluhan langsung kepada para peternak melalui Puskeswan atau kerja sama dengan pihak terkait lain. Agar masyarakat kita bisa meningkatkan kewaspadaan dini, minimal kehati-hatian dalam memilih ternak-ternak baru yang akan masuk kandang,” tutup Eko. rba