Oleh Pdt. Daniel Susanto STh)*
PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID-Belum lama ini, ada sebuah film rohani yang cukup viral oleh karena di”polemikan” oleh seorang tokoh politik negeri ini. Pasti pembaca cukup mengetahui film tersebut yakni “His Only Son.” Namun saat ini, saya tidak untuk menanggapi atau membahas terkait polemik film tersebut. Tetapi, tulisan ini disajikan untuk mengajak kita belajar dari salah satu tokoh yang diangkat dalam film tersebut, yaitu Sarai/Sarah.
Sebagaimana diketahui, salah satu tokoh dalam film tersebut adalah Sarai/Sarah yang dapat kita jumpai pula dalam beberapa catatan Perjanjian Lama, khususnya pada Kitab Kejadian pasal 16. Dalam literatur PL Sarai dikisahkan menikah dengan Abram. Namun hingga usia mereka mencapai usia lanjut, seorang keturunan pun belum kunjung hadir dalam rumah tangga mereka. Sedangkan Abram memperoleh Janji Allah akan menjadi Bapa segala Bangsa dan orang beriman, sehingga Namanya akan disebut Abraham.
Dengan, kondisi tersebut tibalah keputusan Sarai yang menyarankan Abram untuk menggauli Hagar, sehingga tercatatlah peristiwa memilukan bagi Sarai seperti yang dikisahkan dalam Kejadian 16:5.
Kejadian 16:5 (TB) Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau.”
Dari kisah tersebut, sesungguhnya kita dapat belajar bahwa; Pertama, Janji Allah itu pasti. Sebagai umatNya, kita diminta untuk setia dan selalu percaya akan Janji-janjiNya. Sebab perkataan Tuhan adalah ya dan amin. Untuk itu nantikanlah waktuNya Tuhan tergenapi. Dapat kita lihat bersama di Pasal 18, Kitab Kejadian ini bahwa Allah kembali memberikan peneguhan janjiNya dan pada akhirnya di pasal 21 Penggenapannya, Ishak Lahir.
Selanjutnya, Pelajaran Kedua adalah Jangan pernah mengambil keputusan di saat emosi tidak stabil. Pada Kejadian 16:2, ketika kita renungan barangkali Sarai sudah hopeless oleh karena Janji Allah itu belum tergenapi bagi mereka. Dalam kondisi emosi yang labil, sehingga Sarai dengan semangat mengambil keputusan dan memprovokasi Abram, suaminya untuk mengambil Hagar dan mengauli dengan harapan Janji akan seorang anak itu tergenapi. Tetapi kita tahu cerita selanjutnya, muncul persoalan baru dimana Sarai dianggap rendah oleh Hagar.
Ketiga, Mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Hagar, Sarai kembali mengalami guncangan Emosi. Emosi Negatifnya muncul, sehingga berdampak tindakan semena-mena Sarai kepada Hagar dan mengusirnya. Ingatlah, emosi negatif yang tidak dikelola dengan baik, berdampak memunculkan tindakan yang tidak baik. (bandingkan Kejadian 16:6)
Oleh karena tiga poin perenungan tersebut, dapat kita ambil kesimpulan yang bisa kita jadikan pegangan untuk menuntun hidup kita. Oleh karena itu, dalam setiap persoalan; Ingat dan terus nantikan Janji Tuhan itu dengan penuh keyakinan dan Iman yang kokoh. Kalau diperhatikan kembali dalam Kejadian 18:12-13, tampak ada keraguan dalam diri Sarah, tapi waktu ditegur Tuhan menyangkal. Inilah persoalannya. Terkadang, kita pun juga ada dalam posisi Sarah, kurang yakin akan Janji Tuhan yang selalu memelihara dan lebih mengutamakan pemahaman hikmat manusia yang terbatas. Tetapi ketika teguran Tuhan melalui berbagai cara, kita juga dengan sangat ”halus” menyangkalnya. Tetaplah yakin dan berpeganglah pada Janji Tuhan yang setia itu.
Selanjutnya, Janganlah mau dikendalikan oleh emosi negatif kita. Benarlah apa yang disampaikan oleh Pemazmur dalam Mazmur 37:8 yang mengatakan “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.” Juga nasehat dari Rasul Paulus dalam Filipi 4:8 yang mengatakan “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Terakhir, terimalah konsekuensi dari keputusan yang kita ambil dengan lapang dada. Dan jangan menyalahkan keadaan atau orang lain. Tampak dalam Kejadian 16:5 kalau diperhatikan, Sarai bersikap seolah-olah dialah sebagai korban, Playing Victim. Bahkan membawa-bawa nama Tuhan di sana. “Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; TUHAN kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau.”
Melalui renungan ini, KiraNya Tuhan memampukan kita semua menjadi pribadi yang selalu berkenan kepadaNya. Amin
)* Penyuluh Ahli Pertama Kemenag Barito Timur, Mantan Sekretaris Wilayah I (Sumatera- Kalimantan) Sinode GPPK, Komisi Kumham PGLII Kota Palangka Raya, Bidang Media PGPIP DPP Kalimantan Tengah