Tidak Diakui Diskominfo, Komisioner KPID Tak Gajian 3 Bulan

PALANGKA RAYA/tabengan.com – Implementasi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 kembali menuai persoalan. Kali ini, giliran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Tengah yang terkena dampaknya.

Sejak diberlakukannya aturan baru tentang Pemerintahan Daerah itu, dan penerapan peraturan daerah sebagai bentuk implementasi UU, maka KPID Kalteng digabung bersama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kalteng.

Kendati digabung, KPID idealnya tetap harus ada dan berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan UU No.32/2002 tentang Penyiaran.

Dalam Bab I ayat (4) dikatakan, untuk penyelenggaraan penyiaran dibentuk sebuah komisi penyiaran. Dilanjutkan pada ayat (6) pendanaan KPI pusat berasal dari APBN, dan pendanaan KPI daerah berasal dari APBD.

“Melihat keberadaan kedua UU itu, Pemprov Kalteng tidak memberikan turunan lebih lanjut yang mengatur masalah KPID,” kata komisioner KPID Kalteng, Raih Tiup, saat menyampaikan kronologis permasalahan intern KPID Kalteng, di Palangka Raya, Minggu (19/3).

Dia menyebut, UU No.23/2014 tentang Pemda, tidak ada mengatur terkait dengan KPID, hal serupa juga terjadi pada PP 18 Tahun 2016 tentang Pedoman Perangkat Daerah. Namun yang terjadi pasca dilakukannya tipologi penggabungan itu, KPID dinyatakan tidak ada atau dihapus.

Padahal, lanjut Raih, UU No.32/2002 mengamanatkan untuk pembentukan KPI di daerah. Sementara ketika dilakukan penggabungan, tidak ada satu aturanpun yang mengatur tentang KPID, apakah tetap ada atau dihapus. Sementara, Diskominfo Kalteng menilai pasca penggabungan itu, maka secara otomatis KPID dihapus.

Penilaian Diskominfo Kalteng ini menimbulkan kebingungan, mengingat KPID Kalteng sebelumnya sudah mendapatkan persetujuan anggaran dari DPRD Kalteng sebesar Rp 2,6 miliar.

“Dari anggaran itu, Diskominfo Kalteng tidak mengakui keberadaan KPID. Bahkan, dari anggaran itu, KPID Kalteng hanya dialokasikan sebesar Rp 1 miliar lebih. Namun, dari anggaran yang dialokasikan itu, tidak ada turun. Padahal di dalamnya terdapat anggaran operasional kantor, dan juga gaji komisioner KPID. Belum turunnya anggaran itu membuat komisioner KPID selama 3 bulan belum gajian,” kata Raih.

Dia menjelaskan, permasalahan ini sudah disampaikan ke Pj Sekda Kalteng, tapi belum ada jawaban. Hal ini, kiranya dapat menjadi perhatian bagi DPRD Kalteng guna menyikapi permasalahan KPID Kalteng. DPRD Kalteng diharapkan dapat mengkonsultasikan keberadaan KPID Kalteng ke Kementerian Kominfo dan KemenpanRB.

Kendati menyampaikan permasalahan yang terjadi di internal KPID, bukan berarti tidak ada solusi yang coba ditawarkan. Menurut Raih, ada satu cara yang dapat dilakukan pemerintah Kalteng agar KPID Kalteng tetap diakui keberadaannya. Berkaca dari KPI Pusat, keberadaannya memang menjadi satu dengan Kominfo, tapi terpisah berdasarkan peraturan Menteri Kominfo yang mengatur terkait dengan KPI. Hal serupa bisa diterapkan di daerah, pemda cukup mengeluarkan peraturan gubernur (pergub) tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia.

Secara umum, KPID berada di dalam Diskominfo Kalteng, tapi secara khusus tetap berdiri sendiri. Anggaranpun demikian, pembahasan anggaran antara Diskominfo Kalteng dan KPID Kalteng dibahas masing-masing. Hal ini sudah diterapkan di sejumlah daerah, diantaranya di Provinsi Kalsel dan Jawa Tengah. Artinya, tanggapan dari KemenpanRB menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengeluarkan pergub yang mengatur tentang KPID. ded